Beritapacitan, PACITAN – Pemerintah Kabupaten Pacitan gagal mencapai target Zero Case Kematian Ibu dan Bayi (AKIAKP) tahun 2025. Hingga akhir Desember 2025, Dinas Kesehatan Pacitan masih mencatat adanya tiga kasus kematian ibu dan 57 kasus kematian bayi.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Pacitan, Nunuk Irawati, mengatakan kematian ibu terjadi pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2025, sedangkan kematian bayi berlangsung sepanjang tahun hingga Desember.
“Kalau jumlah absolutnya, kematian ibu ada tiga kasus, sedangkan kematian bayi sampai Desember 2025 ada 57 kasus,” kata Nunuk Irawati, Rabu (17/12/2025).
Target zero case kematian ibu dan bayi sebelumnya menjadi agenda besar Pemerintah Kabupaten Pacitan dan ditetapkan sebagai sasaran lintas sektor.
Namun, capaian tersebut belum bisa direalisasikan hingga akhir tahun 2025.
“Zero case itu cita-cita besar dan target yang kemarin ditetapkan oleh Bupati Pacitan, termasuk menjadi target kepala dinas dan kepala KB. Tapi memang sampai saat ini belum bisa kita capai,” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka kematian ibu pada 2025 mengalami peningkatan dibanding 2024. Pada 2024 tercatat dua kasus kematian ibu, sedangkan pada 2025 meningkat menjadi tiga kasus.
Untuk kematian bayi, jumlah kasus juga naik dari 51 kasus pada 2024 menjadi 57 kasus pada 2025.
“Kalau kita lihat trennya, 2024 kematian ibu ada dua, 2025 menjadi tiga. Kematian bayi juga naik dari 51 menjadi 57 kasus,” jelasnya.
Dari hasil kajian Dinas Kesehatan Pacitan, faktor geografis masih menjadi kendala utama. Jarak tempuh rujukan dari puskesmas ke fasilitas kesehatan, bahkan di beberapa wilayah ambulans tidak bisa menjangkau lokasi persalinan.
“Faktor pertama itu geografis. Ada wilayah yang ambulans tidak bisa masuk,” kata Nunuk.
Ia menjelaskan, seluruh ibu yang meninggal dunia sebenarnya telah menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin dan lengkap, termasuk pemeriksaan ke dokter spesialis kandungan.
Namun, pada fase akhir kehamilan atau pasca persalinan, ibu berada di wilayah dengan akses layanan kesehatan terbatas.
“Dari pemeriksaan kehamilan sebenarnya sudah cukup dan lengkap. Tapi di fase akhir, ibu berada di lokasi yang jauh dari jangkauan layanan kesehatan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil audit, penyebab dominan kematian ibu adalah pendarahan. Salah satu kasus terjadi, di mana ibu selamat saat persalinan, namun meninggal dunia pada hari ketujuh pasca melahirkan.
Dua kasus lainnya juga berkaitan dengan pendarahan, termasuk pada persalinan kembar.
“Kalau dari kajian, kematian ibu ini semuanya karena pendarahan. Ada yang meninggal di hari ketujuh pasca melahirkan, ada yang karena pendarahan hebat, dan satu kasus karena persalinan kembar,” terangnya.
Sementara itu, penyebab kematian bayi didominasi oleh gangguan pernapasan, seperti gagal napas akibat lilitan tali pusar, berat badan lahir rendah, hingga bayi dengan berat lahir sangat rendah.
“Bayi banyak yang meninggal karena gagal napas, ada yang terlilit tali pusar dua kali, ada yang berat lahirnya dua setengah kilo, bahkan ada yang hanya delapan ratus gram,” kata Nunuk.
Dinas Kesehatan Pacitan mengklaim telah melakukan audit dan kajian pada setiap kasus kematian ibu dan bayi melalui tim Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons (AMPSR) dengan melibatkan puskesmas, rumah sakit, dokter spesialis, UGD, dan tenaga anestesi.
“Kita lakukan kajian di setiap kasus, kemudian hasilnya kita diseminasi untuk perbaikan penanganan ke depan,” ujarnya.
Meski target zero case gagal tercapai, Nunuk menyebut angka kematian ibu dan bayi di Pacitan masih berada di bawah rata-rata nasional.
Namun capaian zero kematian yang sempat diraih beberapa puskesmas pada 2024 belum dapat dipertahankan pada 2025.
“Untuk 2024 kemarin kita sempat memberikan penghargaan ke beberapa puskesmas yang zero kematian. Tapi untuk 2025 memang belum bisa kita rekap seperti itu,” pungkasnya.(*)









