Beritapacitan.com, PACITAN – Arin (31) sudah lama menambatkan hidupnya di depan Masjid Besar “Baitus Shomad”, Tegalombo, Pacitan. Dulu cuma pakai rombong dagangnya di atas bak sepeda motor. Kini punya tempat tetap, tak lagi gelisah dan bingung dikejar hujan lagi kalau parkir penuh.
“Alhamdulillah sekarang sudah permanen, nggak kayak dulu-dulu,” ucapnya sambil menyendok kuah panas ke mangkuk plastik, Rabu, (16/4/2025).
Dia menjual pentol kuah makanan merakyat yang tak kenal kasta. Satu ribu rupiah dapat empat biji, ditambah potongan tahu yang bikin perut tak sendirian. Kalau soal rasa biarlah lidah pembeli yang bicara.
“Yang menilai ya mereka, saya cuma masak dan melayani seikhlasnya,” Imbuhnya kepada beritapacitan.com.
Paling ramai saat akhir pekan, orang-orang dari luar kota pun sering mampir seperti Kediri, Madiun, Ponorogo. Masjid yang luas, parkiran luas, lokasi strategis semuanya menjadikan tempat ini seperti rest area lokal yang akrab dan ramah.
“Sabtu, Minggu bisa habis dua sampai tiga kilo penjual lain juga banyak, bisa tujuh sampai delapan tapi pakai motor jualannya,” tutur Arin.
Modal awalnya dua-tiga ratus ribu. Tapi kalau ramai, bisa tembus lima ratus ribu, buka dari jam delapan pagi sampai kadang jam sembilan malam. Tak perlu spanduk besar, cukup uap kuah hangat yang mengundang.
“Kalau sebulan omzetnya kisaran 9 jutaan. Nanti masih dikurangi belanja modal,” imbuhnya.
Di depan Masjid “Baitus Shomad”, aroma pentol kuah bercampur dengan lalu-lalang kendaraan. Sederhana, tapi penuh makna di situlah Arin menggantungkan hidup dengan sepanci kuah, selembar senyum, dan harapan yang selalu hangat.(*)