Beritapacitan.com, PACITAN – Suasana khidmat menyelimuti malam Jum’at, 25 Juli 2025, saat ratusan warga memadati kompleks makam Ki Ageng Setiyoso atau Mbah Tiyoso, di Dusun Duren, Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.
Pada malam penuh berkah tersebut, Mushola yang diberi nama Al-Fattah kini diresmikan dan dibuka untuk digunakan ibadah.
Panitia Pembangunan Mushola Al-Fattah, Kyai Syahid menyampaikan rasa syukur atas terwujudnya pembangunan mushola ini serta apresiasi kepada semua pihak yang turut mendukung.
“Alhamdulillah, kita bisa mendirikan bangunan kokoh ini. Terima kasih atas segala bantuan, baik tenaga, pikiran, maupun materi. Ini bukti nyata cinta kita terhadap warisan dakwah para leluhur,” ungkapnya dengan haru, Jum’at malam (25/7/2025).

Ia menyebut, tempat ibadah yang di bangun swadaya masyarakat itu menjadi simbol kebangkitan semangat dakwah para leluhur yang telah menanamkan nilai-nilai Islam di Pacitan sejak ratusan tahun silam.
Dalam rangkaian acara, Kepala Dusun Duren, Imam Mameni, secara simbolis meresmikan mushola dengan doa bersama dan pembukaan pintu utama bangunan.
“Mushola ini bukan hanya milik warga Dusun Duren, tapi rumah spiritual untuk siapa saja. Mari kita rawat bersama sebagai pusat ibadah dan pelestarian nilai-nilai Islam yang ramah,” pesannya.
Acara dimulai dengan pembacaan tahlil yang dipimpin Kyai Sanusi, dilanjutkan dengan sambutan para tokoh masyarakat dan tausiyah keagamaan yang menambah kehangatan suasana.
Acara semakin khidmat dengan lantunan shalawat dan tausiyah KH. Sutrisno, Ketua PCNU Pacitan. Dalam pesannya, ia mengajak masyarakat meneladani dakwah para wali yang penuh kelembutan.
“Islam masuk ke Pacitan lewat jalur akhlak dan budaya, bukan dengan kekerasan. Mushola ini menjadi tonggak untuk meneruskan semangat itu-semangat dakwah yang berlandaskan cinta, bukan amarah,” tutur Sutrisno.
Jejak Dakwah Ki Ageng Setiyoso
Ki Ageng Setiyoso dikenal sebagai tokoh penting penyebar Islam di Pacitan pada abad ke-16. Diutus oleh Sunan Kalijaga, beliau membuka wilayah baru dan menanamkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya, bersama tokoh lain seperti Ki Ageng Petung dan Ki Ageng Posong.
Kompleks makam Mbah Tiyoso selama ini dikenal sebagai tempat ziarah spiritual yang sarat karomah. Salah satu kisah legendaris menyebutkan bahwa pasukan Belanda pernah tersesat saat mencoba melewati kawasan ini.
Tak hanya meninggalkan nilai spiritual, Mbah Tiyoso juga mewariskan pusaka sakral keris Pamengkang Jagad, yang hingga kini dijaga keturunannya sebagai simbol kekuatan batin dan warisan sejarah.
Warga berharap peresmian mushola ini menjadi awal tumbuhnya pusat peradaban spiritual berbasis lokal yang terus menyinari kehidupan umat.
“Merawat mushola ini sama artinya dengan menjaga warisan Islam yang diwariskan dengan ikhlas, semangat gotong royong, cinta agama, dan penghormatan kepada leluhur,” tutur seorang warga.(*)