Beritapacitan.com, PACITAN — Di antara gaung program sekolah rakyat masif disuarakan pemerintah sebagai solusi pendidikan gratis bagi masyarakat kurang mampu, sekolah swasta di Pacitan justru telah lebih dulu mewujudkannya secara nyata.
Salah satunya adalah SMK Nurudh Dholam yang berlokasi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.
Sekolah ini telah lama menggratiskan seluruh biaya pendidikan bagi siswanya, mulai dari SPP, uang gedung, hingga seragam lengkap.
Tujuannya serupa, agar tidak ada lagi alasan anak putus sekolah hanya karena soal biaya.
“Kami ingin mereka fokus belajar tanpa membebani orang tua,” kata Kepala SMK Nurudh Dholam, Agus Setiawan, Senin, 23 Juni 2025.
Kebijakan ini bukan sekadar formalitas. Setiap tahun ajaran baru, siswa yang diterima tidak dipungut sepeser pun, bahkan langsung mendapatkan tiga stel seragam secara cuma-cuma.
Agus mengakui, langkah ini bukan tanpa tantangan, terutama terkait pendanaan dan upah atau kesejahteraan tenaga pendidik.
“Bantuan dari pemerintah ada, tapi sangat minim. Sementara tenaga pendidik swasta masih jauh dari kata sejahtera. Tapi kami tetap komit, karena ini bagian dari pengabdian,” ujarnya.
Agus menambahkan, kebijakan ini didukung penuh oleh Yayasan Pondok Pesantren Nurudh Dholam yang menaungi sekolah tersebut.
Tak hanya pembebasan biaya, sekolah juga fokus pada pembinaan karakter melalui program keagamaan dan kegiatan religi yang mendapat respons positif dari masyarakat.
Sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Nurudh Dholam ini juga menekankan pentingnya pendidikan karakter berbasis pondok pesantren. Dimana program keagamaan dan pembinaan religi menjadi bagian integral dari pembelajaran, dan berhasil mendapat sambutan baik dari masyarakat.
Ancaman Terhadap Eksistensi Sekolah Swasta karena Sekolah Rakyat
Kendati demikian, Agus juga berkomentar soal langkah pemerintah dalam merealisasikan program sekolah rakyat yang terkesan grusa-grusu.
Ia menilai perlu ada kajian lebih agar kebijakan tersebut tidak mengabaikan kehadiran sekolah swasta, khususnya yang berada di wilayah dengan potensi siswa yang minim.
“Kalau pemerintah menjadikan sekolah rakyat sebagai ikon, harus ada analisis yang benar. Banyak sekolah swasta berdiri di daerah dengan jumlah siswa sedikit. Kalau tidak disikapi, sekolah-sekolah swasta juga bisa kehilangan murid,” pungkasnya. (*)