Beritapacitan.com, Pacitan- Di tengah gempuran modernisasi, profesi pandai besi tradisional di Kabupaten Pacitan nampaknya masih lestari.
Salah satu pandai besi kuno yang masih bertahan adalah Suwandi warga RT 002 RW 001, Dusun Nglaos, Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung.
Saat dikunjungi tim beritapacitan, Suwandi tampak sibuk dengan karyanya. Hari ini, ia fokus membuat pisau daging, alat vital bagi penyembelih hewan kurban di momen Idul Adha.
Api di tungku pembakaran tampak membara saat mesin pompa peniup angin dinyalakan.
Sedemikian besar api menyala, menciptakan kepulan asap yang nyaris membuat atap asbes bengkel milik Suwandi hitam legam bak lubang knalpot.
Melalui kegesitan tangan yang mulai mengkerut, mulut tungku api itu dipakai untuk membakar besi. Aneka perangkat besi itu lanjut ditempa dengan martil hingga dibentuk sesuai pesanan.
Suaran dentuman palu beradu besi pun tak luput dari indra pendengar. Melengking nyaring bahkan dari jarak ratusan meter.
Setelah terbentuk sesuai desain pisau, besi panas lanjut dicelupkan ke bak air pendingin. Sensasi desis dan kepulan uap air pun menyeruak, menandakan sebuah babak baru dalam proses pembuatan.
Usai proses tersebut dilakukan berulang kali oleh Suwandi, sambil sesekali dilihatnya. Ia lanjut meng-gerinda pisau pisau agar halus dan tajam.
Selang beberapa waktu, pekerjaan lelaki berusia 69 tahun itu rampung. Duit jasa mulai berpindah menuju saku baju miliknya.
Kendati proses pembuatannya pun masih tradisional alias menggunakan tungku pembakaran dan peralatan sederhana. Hasil karyanya tak kalah dengan perkakas buatan pabrik.
Bahkan, banyak orang rela antri dan memesan jauh-jauh hari untuk mendapatkan alat besi buatan Suwandi.
“Kurang lebih sekitar 30-an tahun jadi pandai besi. Sebelumnya malah lebih tradisional sekali, masih pakai pompa angin manual, belum pakai peralatan listrik,” ucap Suwandi menceritakan pengalamannya, Minggu (16/6/2024).
Rahasia Bilah Kokoh Tebas Daging Kurban
Menurut Suwandi, bagi seorang pengrajin pisau berpengalaman, ada tiga unsur penting yang harus dipenuhi agar pisau dapat mencapai kualitas terbaik.
Yakni, bahan berkualitas alias pisau harus dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, seperti baja karbon tinggi. Lalu alat yang tepat, dan terakhir adalah keahlian dan ketelitian pengrajin dalam menempa, mengasah, dan membentuk pisau.
Suwandi menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut harus berjalan seiring. “Jika salah satu tidak terpenuhi, tentu hasilnya tidak akan maksimal,” ujarnya.
Misalnya, Suwandi menunjukkan produk pisau buatannya. “Rahasianya ada di bahan, alat, dan proses produksi,” ungkapnya sambil menunjuk pada hasil karyanya.
Suwandi menekankan bahwa pisau yang tidak memenuhi unsur ketiga tersebut akan mudah tumpul dan membutuhkan diasah lebih sering.
Kebanjiran Pesanan Saat Dekat Idul Adha
Meski tergolong langka, keahlian Suwandi masih terus dicari, terutama oleh masyarakat desa yang membutuhkan alat-alat pertanian dan pemeliharaan.
Apalagi, saat menjelang Hari Raya Idul Adha, pandai besi tradisional Suwandi mengaku selalu kebanjiran pesanan.
Permintaan pisau dan alat-alat dapur lainnya meningkat drastis, seiring dengan tradisi menyembelih hewan kurban pada momen tersebut.
“Semakin dekat dengan hari raya kurban, pesanan semakin banyak. Kadang kalau di target waktu, terpaksa tidak saya terima,” ujarnya.
Pisau buatannya banyak diminati karena terkenal awet dan tajam. Dia menggunakan bahan besi berkualitas tinggi dan diproses dengan cara tradisional, sehingga menghasilkan pisau yang kuat dan tahan lama.
Lebih lanjutnya, harga pisau buatan khas Suwandi cukup bervariasi, tergantung ukuran dan jenisnya. Untuk pisau besar seperti golok, kapak, dan parang, dia mematok harga mulai dari Rp 50-200 ribu.
Sedangkan untuk pisau dapur biasa, harganya berkisar antara Rp20-50 ribu.
“Alhamdulillah, tahun ini juga banyak pesannya. Ini berkah Idul Adha,” tandas Suwandi dengan wajah bersyukur. (*)