Beritapacitan.com, PACITAN-Pemerintah Kabupaten Pacitan menargetkan penyelesaian sekitar 300 unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) pada tahun 2025. Program ini menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas hunian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di berbagai wilayah.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan) Pacitan, Heru Tunggul Widodo, menyampaikan bahwa capaian tersebut sangat bergantung pada alokasi anggaran yang bersumber dari berbagai skema pendanaan.
“Selain dari APBD, pembiayaan juga didukung melalui APBN lewat program BSPS, serta bantuan sosial dari lembaga seperti Baznas dan organisasi masyarakat lainnya,” ujarnya. Selasa,(28/10/2025).
Dari total target tersebut, tahun ini Pemerintah Kabupaten Pacitan melalui APBD telah menuntaskan 30 unit rumah, yang mencakup bantuan bagi korban bencana, MBR, serta dua unit rumah relokasi di wilayah Purworejo.
Sementara itu, melalui program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya) sebanyak 239 unitmasih dalam proses pembangunan, dan ditargetkan selesai seluruhnya pada Desember 2025.
Heru menambahkan, Baznas juga turut berkontribusi setiap tahun dengan membangun 5 hingga 10 unit rumah bagi keluarga kurang mampu.
“Untuk tahun ini, pembangunan BSPS baru dimulai September karena data penerima baru disetujui di semester kedua. Namun progresnya berjalan baik dan akan selesai tepat waktu,” jelasnya.
Dari sisi pembiayaan, rumah yang direhabilitasi melalui APBD mendapatkan bantuan senilai Rp17,5 juta per unit, sedangkan program BSPS dan Baznas masing-masing sebesar Rp20 juta.
Dana tersebut tidak diberikan tunai, melainkan disalurkan langsung ke rekening toko penyedia bahan bangunan melalui mekanisme perbankan.
“Pencairan dana dilakukan secara bertahap sesuai progres pembangunan. Kami melakukan pengawasan bersama fasilitator lapangan (TFL), mulai dari tahap awal, pertengahan, hingga penyelesaian 100 persen. Setiap laporan kami koordinasikan agar kendala di lapangan bisa segera diatasi,” terangnya.
Kendala yang muncul di lapangan, menurut Heru, lebih banyak bersifat teknis dan sosial. Faktor cuaca dan kebiasaan masyarakat menjadi penghambat utama.
“Beberapa warga memilih menunda pekerjaan karena menyesuaikan penanggalan Jawa atau masa tanam. Namun secara umum pembangunan tetap bisa diselesaikan sesuai jadwal,” katanya.
Heru juga menyampaikan harapan agar program RTLH di Pacitan mendapat dukungan lebih besar dari pemerintah pusat pada 2026 mendatang.
“Kami berharap program nasional perbaikan rumah tidak layak huni yang dicanangkan pemerintah baru bisa memberi ruang lebih besar bagi daerah, karena di Pacitan masih banyak keluarga yang membutuhkan bantuan rumah layak huni,” tutupnya.(*)










