Beritapacitan.co., JAKARTA – Anggota III BPK, Achsanul Qosasi didakwa jaksa penuntut umum atas dugaan menerima Rp 40 miliar untuk pengondisian audit proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Untuk menerima Rp 40 miliar itu, dia sampai rela menyewa dua kamar di hotel mewah Grand Hyatt Jakarta, yakni kamar nomor 902 dan 909.
Berdasarkan informasi dari berbagai platform penyewaan kamar hotel, harga sewa kamar di Grand Hyatt Jakarta berkisar pada Rp 3 juta per malamnya.
Sewa kamar itu dilakukan pada 19 Juli 2022 melalui kawannya, Sadikin Rusli.
“Sekitar sore hari Sadikin Rusli sampai Hotel Grand Hyatt Jakarta, Setelah itu terdakwa Sadikin rusli membuka dua kamar di hotel tersebut,” kata jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024).
Sadikin Rusli kemudian diminta untuk menemui Windi Purnama, kawan eks Dirut BAKTI Kominfo untuk serah-terima uang tersebut.
Sadikin dan Windi pun bertemu di kafe lantai 5 Hotel Grand Hyatt.
Saat bertemu, mereka saling mengucapkan sandi “Garuda” sebagaimana yang telah disepakati Achsanul dan Anang Latif.
“Sadikin Rusli duduk memesan minuman kemudian tidak lama di sapa seseorang. Setelah dekat, Windi Purnama mengatakan GARUDA, Sadikin Rusli menjawab GARUDA,” ujar jaksa, membacakan dakwaan Achsanul Qosasi.
Setelah mereka berbincang, serah-terima uang terjadi di depan lift hotel.
Saat itu, Windi Purnama turun ke basement P1 untuk mengambil uang yang diwadahi koper. Sedangkan Sadikin menunggu di depan lift.
“Kemudian koper tersebut diserahkan kepada Sadikin Rusli di depan lift,” kata jaksa.
Uang tersebut kemudian dibawa Sadikin ke kamarnya yang benomor 902.
Sedangkan kamar 909 diperuntukkan bagi stafnya, Arvina Yusuf.
Di kamar 902 itulah Sadikin mendapat perintah melalui telpon dari Achsanul untuk memastikan uang yang ada di dalam koper.
“Terdakwa Sadikin Rusli menghubungi terdakwa Achsanul Qosasi dengan mengatakan ‘Barang sudah saya terima’ dan terdakwa Achsanul Qosasi menjawab ‘Coba lu cek.'”
Koper pun dibuka oleh Sadikin yang saat itu dibantu stafnya, Arviana.
Di dalamnya, terdapat tumpukan uang Rp 40 miliar dalam valuta asing, yakni USD 2,6 juta dengan pecahan USD 100.
“Serta terdapat catatan pada secarik kertas berwarna merah yang betuliskan kurang lebih USD 15.154 IDR – 40 Miliar – 2.639.567 = Rp 2.640.000,” kata jaksa.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Anang Latif dan Windi Purnama telah diadili pada pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan Achsanul dan Sadikin masih proses persidangan.
Dalam dakwaan pertama, Achsanul dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kedua:Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan ketiga:
Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan keempat:
Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(red)