Beritapacitan.com, PACITAN-Hidup adalah perjuangan. Demikian kisah Katirah, lansia di Kabupaten Pacitan yang rela menjadi pemulung untuk menyambung hidupnya.
Sebagai pekerja penyortir sampah, Katirah menjalani pekerjaan ini sejak 2017 silam. Meskipun penghasilannya tidak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari, namun ia tetap senang hati menjalankan tugasnya tanpa paksaan.
“Alhamdulillah, kalau setiap hari dapat bayar Rp30 ribu. Tapi kalau pas dapet borongan banyak, kadang juga bisa dikasih Rp60 ribu dan baju baru,” ungkap Katirah, Selasa (23/1/2024).
Jika ditotal, penghasilan Katirah selama sebulan terakumulasi sekitar Rp400 ribu. Belum lagi masih ada bonus diberikan kepada segenap pekerja yang lain di tempat pengelolaan sampah Dadapan, Pringkuku ini.
Lebih mulia lagi, para pekerja di TPA Dadapan tidak membandingkan hasil pekerjaan mereka dengan kantoran.
Meskipun mencium bau sampah dan menghadapi berbagai hewan di dalamnya, Katirah tetap optimistis bahwa pekerjaan ini mampu membantu mencukupi kebutuhannya.
“Ya kalau dari pekerjaan seperti ini mana ada yang mau. Soalnya harus kuat merasakan baunya sampah yang ada,” ujarnya.
Pekerjaan seperti pilah sampah tidaklah mudah, karena memerlukan pemahaman yang baik terhadap berbagai jenis sampah.
Sebagai informasi, organisasi pemulung di Dadapan memiliki total 18 orang pemulung dan 8 orang penyortir sampah. Mereka menjual sampah ke berbagai tempat seperti Pringkuku, Donorojo, dan Kebonagung.
Sebagai lansia, Katirah tidak menjadikan usianya sebagai alasan untuk malas mencari nafkah. Keikutsertaannya dalam menjaga kebersihan dan mengelola sampah di TPA Dadapan merupakan bentuk kesadaran terhadap masalah sampah di Kabupaten Pacitan.
Lebih dari itu, para pekerja di TPA tersebut memegang peran sentral dalam menjaga ekosistem lingkungan dari pencemaran sampah.
Tercatat, dua puluh lebih pekerja berasal dari daerah setempat menjadi tulang punggung pengelolaan sampah di TPA Dadapan, Pacitan. (IM/YF/RD)