Beritapacitan.com, PACITAN – Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kabupaten Pacitan masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran daerah. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pacitan, Yoni Kristanto.
Menurut Yoni, pengelolaan limbah B3 tidak bisa disamakan dengan sampah rumah tangga biasa. Jenis limbah ini memiliki sifat spesifik dan berisiko tinggi, seperti mudah terbakar, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih ketat serta perizinan khusus dari pemerintah pusat.
“Limbah B3 itu tidak sesederhana mengolah sampah biasa. Karena sifatnya yang berbahaya, pengelolaannya harus spesifik dan tidak bisa asal. Perizinannya pun tidak ada di kabupaten atau provinsi, tapi langsung di kementerian,” jelas Yoni. Kamis, (16/10/2025).
Ia menambahkan, seluruh pengelola limbah medis, seperti dari puskesmas maupun rumah sakit, wajib memiliki izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ketentuan ini diatur dalam peraturan pemerintah yang mengatur tata kelola limbah berbahaya.
Sedangkan Kabupaten Pacitan belum memiliki fasilitas pengolahan limbah B3 sendiri, bahwa kendala utamanya terletak pada keterbatasan sumber daya.
“Sumber daya di Pacitan, baik SDM maupun anggaran, masih sangat terbatas. Bahkan di tingkat provinsi, Jawa Timur baru memiliki fasilitas pengolahan limbah B3 sendiri yang diluncurkan dua tahun lalu, pada 2023,” ujarnya.
Fasilitas milik Pemprov Jatim itu pun, lanjut Yoni, tidak memberikan layanan gratis. Setiap pengiriman limbah tetap dikenai biaya pengolahan. Pembangunan fasilitas sejenis di tingkat kabupaten, kata dia, memerlukan investasi besar.
“Untuk mendirikan fasilitas pengolahan limbah B3 dibutuhkan biaya hingga sekitar Rp3 miliar, tergantung metode pengolahannya. Itu pun baru untuk skala kecil dan standar,” jelasnya.
Lanjut Yoni, terus mengingatkan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) agar berhati-hati dalam bekerja sama dengan pihak ketiga (vendor) pengelola limbah B3.
Semua kerja sama harus dipastikan memiliki izin resmi dan dilengkapi dengan dokumen manifes pengangkutan.
“Vendor yang mengambil limbah harus membawa manifes. Misalnya mengambil tiga kilogram limbah, maka di tempat pengolahan juga harus diterima tiga kilogram. Kalau ada selisih, itu bisa masuk ranah pidana,” tegasnya.
Selama ini, limbah B3 dari Pacitan umumnya dikirim ke beberapa pengelola resmi di luar daerah, seperti PT. PRIA di Mojokerto dan PT. ARA di Sukoharjo.
DLH memastikan seluruh proses pengangkutan dan pengolahan dilakukan sesuai dengan prosedur dan regulasi yang berlaku.(*)