Beritapacitan.com, PACITAN – Langit Pacitan kembali dihiasi warna-warni layang-layang raksasa seiring datangnya musim angin. Dari anak-anak hingga orang dewasa, tradisi turun-temurun ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga ruang kebersamaan yang mempererat ikatan sosial di tengah masyarakat.
Bagi masyarakat, fenomena ini bukan sekadar permainan musiman, melainkan warisan budaya yang terus hidup lintas generasi.
Di Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung, misalnya, para pemuda dan anak-anak berkumpul merakit layangan berukuran besar.
Tak hanya siang hari, malam pun menjadi ajang keseruan saat layangan dipasangi lampu warna-warni, menciptakan pemandangan langit yang menawan.
“Kalau musim angin ke barat seperti sekarang, hampir semua anak muda bikin layangan. Rasanya ada yang kurang kalau tidak ikut main,” ujar Candra, Rabu malam (17/9/2025).
Hal senada juga disampaikan Agus Riyanto, seorang pemuda yang kini sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Meski kesibukan bertambah, ia tetap meluangkan waktu untuk ikut bermain layangan.
“Sejak kecil memang sudah terbiasa main layangan. Sekarang sudah punya anak pun rasanya masih ada dorongan untuk ikut. Malah sering ngajak anak lihat, biar tahu tradisi ini,” ungkap Agus.
Lebih dari hiburan, tradisi layang-layang juga memperkuat interaksi sosial. Banyak kelompok pemuda rela berkumpul hingga larut malam untuk berkreasi, berdiskusi, bahkan beradu keterampilan dalam merakit dan menerbangkan layangan.
Bagi masyarakat Pacitan, musim layang-layang adalah ruang kebersamaan. Dari bahan sederhana, kreativitas dan semangat komunal melahirkan kegembiraan yang mampu menyatukan berbagai kalangan.
Tradisi ini membuktikan bahwa kebahagiaan tak selalu lahir dari hal besar, melainkan juga dari permainan sederhana yang menyatukan generasi.(*)