Beritapacitan.com, PACITAN – Angka kecelakaan lalu lintas di Pacitan masih didominasi pelajar.
Kasatlantas Polres Pacitan, AKP Moch Angga Bagus Sasongko, menyebut mayoritas korban kecelakaan sepanjang 2025 berasal dari usia produktif, terutama anak sekolah yang belum cukup umur untuk berkendara.
“Untuk mayoritas memang kecelakaan pelajar masih mendominasi tahun ini. Sampai saat ini total kecelakaan di Pacitan lebih banyak melibatkan usia produktif, khususnya pelajar,” ujar AKP Angga saat ditemui, Sabtu (23/8/2025).
Kondisi ini, lanjut Angga, menjadi problem bersama. Rata-rata siswa di Pacitan sudah mengendarai motor ke sekolah, meski sebagian belum cukup umur.
Pihaknya telah melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan berkoordinasi dengan guru agar ada ketegasan aturan, namun ketiadaan transportasi umum di sekolah turut menjadi persoalan.
“Ini juga problem kita. Transportasi umum di sekolah masih sangat terbatas. Itu jadi alasan banyak anak terpaksa membawa motor, meski belum cukup umur,” jelasnya.
Polres Pacitan menilai ada dua faktor dominan penyebab kecelakaan, yakni sumber daya manusia dan sarana prasarana. Dari sisi manusia, banyak pelajar belajar motor secara otodidak, tidak memahami teknik berkendara aman, serta abai kelengkapan keselamatan.
Dari sisi infrastruktur, kondisi jalan hingga penerangan lampu di beberapa titik rawan turut berkontribusi.
“Kalau di malam hari, titik rawan ada di wilayah Tegalombo, karena lampu penerangan minim. Sementara jam rawan kecelakaan biasanya pagi saat berangkat sekolah, siang, hingga malam hari sekitar pukul 21.00 sampai menjelang subuh,” terangnya.
Fenomena maraknya penggunaan motor listrik juga menjadi perhatian. Angga menegaskan, meski tanpa mesin konvensional, motor listrik tetap diatur dalam regulasi Kementerian Perhubungan, mulai dari batas usia pengendara hingga kewajiban menggunakan helm.
“Kemarin Pak Kapolres juga sudah menekankan soal motor listrik. Ada ketentuan batasan umur, penggunaan helm, dan registrasi di Samsat agar jelas legalitasnya. Jadi masyarakat harus tahu, tidak bisa asal pakai,” tegasnya.
Sejak Januari hingga Agustus 2025, tercatat 14 kasus kecelakaan berujung meninggal dunia di Pacitan. Meski angka ini menurun dibandingkan 2024 yang sempat tinggi, kecelakaan dengan korban pelajar tetap mendominasi.
Selain itu, operasi Patuh yang digelar Polres Pacitan juga mencatat ribuan pelanggaran. “Dalam operasi Patuh, ada sekitar 600 tilang manual dan 7.000 teguran. Rata-rata pelanggaran dari kalangan pelajar adalah tidak pakai helm, tidak punya SIM, atau kendaraan tanpa kelengkapan administrasi,” papar Angga.
Tak hanya motor, penggunaan truk untuk mengangkut pelajar di desa-desa juga masih ditemui.
Praktik ini berisiko besar dan masuk kategori Laka Menonjol (Lakajol) karena potensi korban lebih dari tiga orang.
“Kita temukan juga anak-anak sekolah diangkut pakai truk. Itu sangat berbahaya. Kalau terjadi kecelakaan, dampaknya bisa fatal,” tandas Angga.
Kasatlantas memastikan langkah pencegahan terus dilakukan melalui sosialisasi ke sekolah, pabrik, hingga komunitas masyarakat pekerja.
Sementara terkait infrastruktur jalan dan rambu, Polres meneruskannya ke forum lalu lintas bersama Dinas Perhubungan maupun PUPR.
“Ini pekerjaan bersama. Polisi tidak bisa sendiri, butuh dukungan sekolah, orang tua, pemerintah daerah, sampai masyarakat. Karena nyawa anak-anak kita jauh lebih penting dari sekadar kebiasaan berkendara,” tutup Angga.(*)