Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pacitan mengimbau warga, khususnya para orang tua dan calon pengantin (catin) untuk menghindari praktik nikah siri.
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat (Kasi Bimas) Kemenag Pacitan, Bambang Hadi Suprapto, memaparkan, pernikahan siri memiliki banyak dampak negatif, terutama bagi istri, anak, dan keluarga yang terlibat.
Secara umum, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat sah dalam hukum negara, seperti kehadiran saksi-saksi atau pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).
“Pastikan anak-anak menikah secara resmi melalui KUA agar tidak muncul masalah di kemudian hari. Jangan sampai ada pernikahan dini, kehamilan di luar nikah, atau nikah siri yang merugikan semua pihak,” Imbaunya Jumat, 10 Januari 2025.
Dalam beberapa kasus, nikah di bawah tangan itu juga kerap dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Nikah siri tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak memberikan perlindungan kepada istri dan anak. Dan anak dari pernikahan siri tidak diakui secara hukum, sehingga sulit mendapatkan akta kelahiran dan hak waris. Selain itu, status anak menjadi tidak jelas, yang dapat berdampak pada akses pendidikan dan layanan publik,” paparnya soal risiko nikah siri kepada Beritapacitan.com
Pernikahan siri berpotensi menyebabkan ketidakstabilan dalam struktur keluarga. Seringkali, memunculkan stigma negatif terhadap perempuan yang terlibat dan mengurangi keharmonisan dalam keluarga.
Salah satu alasan utama terjadinya pernikahan dini atau siri adalah faktor usia. Mengacu aturannya, syarat usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
“Pengajuan pernikahan yang tidak memenuhi syarat usia pasti ditolak oleh KUA. Dalam situasi seperti ini, proses hukum di Pengadilan Agama menentukan kelanjutan pernikahan. Jika tidak lulus sidang, beberapa pasangan memilih untuk menikah siri,” imbuhnya.
Alasan-alasan lain, seperti ketidakmatangan keluarga dan anggapan biaya pernikahan resmi tinggi turut menjadi faktornya. Padahal menikah di KUA itu gratis
“Jika alasan biaya nikah di KUA mahal, terus memilih untuk nikah siri itu tidak logis,” bantahnya.
Sejatinya, persepsi masyarakat terhadap nikah siri bervariasi. Ada yang menganggapnya sah secara agama, ada yang menolaknya karena tidak sesuai dengan hukum, dan ada pula yang melihatnya sebagai jalan pintas untuk melegalkan hubungan.
“Di Pacitan, beberapa jenis pernikahan siri yang kerap terjadi adalah, pernikahan siri akibat perselingkuhan, poligami tanpa izin, tanpa persetujuan orang tua, dan karena kehamilan di luar nikah,” jelasnya.
Terakhir, untuk mengatasi permasalahan ini, KUA di wilayah Pacitan secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak hukum dan sosial dari nikah siri.
“Kami memberikan pemahaman melalui penghulu dan pendekatan kepada masyarakat agar mereka memilih jalur resmi sesuai aturan hukum dan agama,” tandasnya. (*)