Beritapacitan.com-Yuk simak wawancara eksklusif dengan Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai wawasan tentang perkembangan penanganan hukum sebagaimana berikut.
“Saya tak punya beban dalam bekerja.” Kalimat ini sering dilontarkan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, setiap wawancara dengan KEADILAN, baik secara tertulis maupun langsung. Burhanuddin dalam bekerja memang seperti apa adanya. Jika memang ada fakta hukum, ia tak pernah segan menyeret siapapun ke pengadilan. Namun jika memang anak buahnya yang keliru, ia juga dengan jantan mengambil alih dan mengajukan tuntutan bebas.
Harus diakui, cukup banyak gebrakan berani yang dibuatnya sebagai Jaksa Agung, terutama penanganan kasus korupsi. Mulai perkara korupsi Jiwasraya, Asabri sampai mafia minyak goreng. Semuanya ditangani secara dingin dengan mengandalkan fakta hukum. Ini pula kadang menggelitik pertanyaan nakal. Mengapa ia punya begitu banyak keberanian.
Jaksa Agung melakukan pemeriksaan administrasi saat melakukan kunjungan ke kejaksaan tinggi daerah
Beberapa waktu lalu KEADILAN meminta waktu melakukan wawancara eksklusif dengan orang nomor satu kejaksaan ini. Secara tertulis dan langsung. Kedua permintaan itu dilayaninya. Wawancara tertulisnya dengan KEADILAN kami turunkan dalam situs Keadilan.id. Wawancara lebih eksklusif di ruang kerjanya, kami muat di Majalah KEADILAN edisi 77/2022. Berikut petikannya:
Sebagai jurnalis yang sudah meliput Kejaksaan 20 tahun lebih, kami memang melihat banyak gebrakan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi selama tiga tahun terakhir. Kasusnya besar-besar dan melibatkan orang besar baik dari swasta maupun pejabat negara. Mulai kasus Jiwasraya, Asabri dan sekarang Mafia Minyak Goreng. Pertanyaannya, apa yang memberikan Anda keberanian untuk tidak ragu-ragu menyentuh tokoh-tokoh besar tersebut?
Lebih tepatnya bukan berani, tetapi lebih kepada memahami konsekuensi jabatan yang diamanahkan kepada saya. Untuk itu saya harus menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, dan satu hal yang membuat saya yakin dalam mengambil keputusan adalah akurasi dan obyektivitas dari fakta dan data yang ada. Selain itu saya percaya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kami dalam upaya menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan.
Sepanjang Anda menjabat Jaksa Agung, apakah tak pernah ada tekanan atau godaan dari kekuatan politik dan ekonomi untuk melindungi atau menjatuhkan kekuatan politik dan ekonomi lain, mengingat betapa strategisnya posisi yang Anda pegang? Jika ada, bagaimana Anda mengatasinya?
Terkadang muncul tekanan maupun godaan, tetapi Alhamdulillah mampu saya atasi, karena saya selalu berupaya menjauhkan hal atau motif lain seperti kepentingan pribadi, ekonomi, maupun politik yang berpotensi mengganggu objektifvitas penanganan perkara. Selain itu, dalam setiap menangani perkara saya hanya fokus pada fakta hukumnya, serta sebisa mungkin tidak menimbulkan kegaduhan.
Gebrakan berani yang Anda lakukan tersebut, diakui membuat wibawa jaksa di seluruh Indonesia semakin tinggi, bahkan dalam bahasa awam yang kami temui di lapangan saat ini jaksa benar-benar sangat ditakuti pemerintah daerah. Bagaimanatanggapan Anda soal ini?
Menurut saya, kurang tepat jika dikatakan “pemerintah daerah takut kepada Jaksa atau Kejaksaan”, melainkan yang tepat adalah “hanya orang yang berniat jahat-lah yang takut kepada kami”. Disamping itu, sikap jaksa di lapangan merupakan wajah institusi, oleh karenanya selalu saya sampaikan kepada para jaksa dalam setiap kesempatan untuk senantiasa bersikap jujur, berintegritas, dan profesionalisme. Jika para Jaksa dalam bertugas menjaga sikap tersebut, maka kewibawaan institusi akan meningkatkan dengan sendirinya di tengah-tengah masyarakat.
Perfomance jaksa yang terkesan ditakuti bisa bermanfaat mencegah keinginan birokrasi di daerah untuk korupsi. Namun juga berefek negatif jika hal itu digunakan oknum jaksa nakal yang Anda akui juga beberapa kali memang masih ada di kejaksaan untuk menakut-nakuti birokrasi dengan tujuan mendapatkan uang. Pertanyaannya, bagaimana Anda mengontrol agar performance itu hanya akan berdampak positif dan tak akan menimbulkan dampak negatif seperti yang kami maksud?
Kejaksaan mempunyai mekanisme pengawasan melekat secara berjenjang hingga dua tingkat keatas. Maka apabila terdapat oknum yang terbukti telah melakukan perbuatan tercela, maka akan dimintakan pertanggung jawaban dari pimpinan yang bersangkutan hingga dua tingkat keatas.
Dan saya juga telah membentuk Satgas 53 pada Desember 2020 untuk menindak para oknum jaksa yang masih menyalah gunakan wewenang. Telah banyak contoh jaksa yang saya tindak, bahkan kami pidanakan guna menjadi contoh bagi seluruh pegawai.
Terkait penyidikan kuota ekspor CPO yang saat ini disidik Kejagung. Bagaimana awal mula Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi kuota ekspor CPO di Kementerian Perdagangan?
Pengusutan kasus dugaan Korupsi Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil (CPO), berawal dari keprihatinan kami atas kisruh kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang menyengsarakan rakyat sejak awal tahun. Saya merasa ada kejanggalan dari fenomena ini, dan saya merasa ironis, karena negara kita yang nota bene penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, tetapi mengalami kelangkaan minyak goreng. Maka dari itu saya perintahkan jajaran bidang Pidsus dan Intelijen untuk mendalami fenomena tersebut, serta mencari akar permasalahannya.
Apakah sebelumnya memang ada pengaduan dari perseorangan atau lembaga atau ini operasi intelijen kejaksaan?
Ini murni respon kami atas peristiwa kelangkaan persediaan minyak goreng di pasaran, sehingga kami langsung mendalami penyebab terjadinya krisis minyak goreng tersebut. Dalam pengembangannya kami menemukan fakta bahwa persetujuan ekspor bahan minyak goreng ke luar negeri masih diberikan kepada para eksportir CPO dan produk turunannya, meskipun ketentuan DPO (Domestic Price Obligation) dan DMO (Domestic Market Obligation) yang telah ditetapkan tidak dipenuhi. Hal ini menyiratkan ada potensi pelanggaran yang terjadi dalam pemberian persetujuan ekspor.
Presiden Jokowi langsung menutup pintu ekspor CPO setelah kejaksaan menyidik korupsi kuota ekspor ini. Ini menjad isyarat terang bahwa memang ada masalah krusial perdagangan CPO keluar negeri yang merugikan perekonomian negara. Pertanyaan kami, apakah Kejaksaan sudah mengurai akar masalah dalam birokrasi ekspor CPO ini?
Kejaksaan dalam menangani suatu perkara korupsi tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga disertai dengan evaluasi sistem. Sehingga diharapkan dapatmenutup celah-celah yang berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, prioritas utama Kejaksaan adalah mengungkap siapa saja yang terlibat dan membuktikannya di pengadilan, serta menjaga ketersediaan minyak goreng di pasaran. Langkah berikutnya adalah mengupayakan tindakan pencegahan/preventif dengan pembenahan birokrasi.
Publik sudah paham bahwa perdagangan minyak goreng sudah dikuasai kartel. Itu sebabnya langkah berani Kejaksaan diharapkan publik bisa menghentikan praktek kartel minyak goreng. Pertanyaannya, bisakah upaya hukum yang dilakukan kejaksaan ini menjadi masukan penting untuk memperbaiki sistem perdagangan CPO yang bebas dari kartel?
Kejaksaan bertindak proaktif memberikan masukan dan pendampingan dalam proses pembenahan sistem pengelolaan dan perdagangan CPO dan turunannya seperti minyak goreng. Karena selain dengan melakukan penindakan, tindak pidana korupsi harus diberantas secara berimbang, komplementer, dan proposional dengan cara melakukan pencegahan melalui pembenahan sistem. Saya harap apa yang kami temukan dalam perkara ini menimbulkan kesadaran para stakeholders untuk memperbaiki sistem perdagangannya, sehingga akan menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kompetitif.
Kejaksaan dalam menyidik korupsi ekspor CPO ini hanya fokus pada perdagangan luar negeri Kementerian Perdagangan. Padahal kita paham perdagangan CPO keluar negeri tak hanya melibatkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang berwenang menetapkan kuota ekspor. Namun juga ada pengawasan yang dilakukan inspektorat. Bahkan juga sepengetahuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pertanyaannya, apakah Kejaksaan juga akan mengejar pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga-lembaga lain tersebut terkait perdagangan CPO keluar negeri?
Saat ini penanganan perkara tersebut masih pada tahap penyidikan, tentu kami akan mendalami setiap fakta yang kami temukan, termasuk alat bukti pendukungnya secara cermat dan objektif. Untuk itu kami akan lihat sejauh mana keterkaitan para pihak, jika terdapat peran dan disertai dengan alat bukti yang cukup tentu akan kami tindak sesuai ketentuan.
Ada peristiwa unik terlihat public terkai tkasus CPO. Pertama peristiwa rapat Kementerian Perdagangan dengan DPR beberapa hari sebelum kejaksaan menetapkan tersangka perkara korupsi kuota CPO. Dalam rapat tersebut, terlihat Dirjen Perdagangan Luar Negeri I Wisnu Whardana berbisik ke telinga Menteri Perdagangan. Setelah itu Menteri kepada DPR menyebut bahwa hariSenin akan ada penetapan tersangka kasus korupsi mafia minyak goreng oleh Kejagung. Hari Senin yang disebut Menteri Perdagangan memang terjadi penetapan tersangka, dan yang menjadi tersangka justru adalah pembisik di telinga Menteri. Pertanyaannya, apakah memang ada kordinasi antara Kejagung dan Kementerian Perdagangan soal penetapan tersangka? Jika ya, mengapa justru pembisik yang malah dijadikan tersangka? Dan jika tidak, mengapa pengumuman Menteri Perdagangan seperti tepat?
Saya perlu luruskan, jika kita cermati tersangka IWW membisikan Pak Menteri Perdagangan itu pada saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPR tanggal 17 Maret 2022, dimana dalam rapat tersebut Mendag menyatakan bahwa minggu depan akan ada penetapan tersangka, sehingga apabila dihitung menurut pernyataan Mendag tersebut akan diumumkan pada tanggal 21 Maret 2022. Sedangkan dalam hal ini IWW kami tetapkan tersangka pada tanggal 19 April 2022.
Hal ini membuktikan penetapan status tersangka IWW bukan merupakan hasil kordinasi dengan pihak siapapun, tetapi murni objektivitas dari tim penyidik berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang cukup.
Dan perlu saya tegaskan, bahwa dalam setiap menangani perkara kami fokus pada perbuatan tersangka, bukan jabatan tersangka. Oleh karenanya jika tersangka telah secara nyata menyalahgunakan wewenang dan terdapat cukup bukti akan hal itu, tentu akan kami proses.(red)